Kamis, 16 Januari 2014

Perbedaan dan Persamaan Benedict Cumberbatch dan Tom Hiddleston

Persamaan:
1. Dua-duanya aktor Inggris (bukan Skotlandia, bukan Irlandia, bukan Wales, tapi Inggris)
2. Tingginya di atas 180 cm (Swoon! Benedict 184 cm, Tom 188 cm)


3. Dua-duanya berambut keriting.
4. Dua-duanya berambut coklat gelap saat ini, dan itu bukan warna asli rambut mereka (Benedict merah, Tom pirang)


5. Dua-duanya jomblo.... (Guys, I love you, but I really want to see you settle with the right girl. Terutama Benedict sama pacar terakhirnya pacaran 12 tahun terus putus -.-")
6. Dua-duanya friendly dan sangat periang sama interviewer (Apalagi Benedict. Percampuran yang tepat antara muka cool sama attitude gak tau malu ;;))
7. Dua-duanya sedang berusia 30-an (Benedict 37, Tom 32)
8. Dua-duanya main di War Horse. 


9. Dua-duanya punya logat dan suara yang bikin cewek2 pingsan.



10. Dua-duanya punya nama belakang yang aneh...


Perbedaan:
1. Benedict melejit banget lewat TV Show (Sherlock), Tom melejit lewat film (Thor, sebagai Loki)
2. Benedict di Sherlock karakternya cool banget dan cenderung emotionless, padahal aslinya cablak banget dan sering outshined pewawancaranya dalam soal ngelucu. Sedangkan Tom di Thor karakternya tengil, lucu, dan bikin orang2 kesel, padahal aslinya ramah dan cenderung 'gak mulai ngelucu duluan'.



2. Tom jauh lebih kurus daripada Benedict (ah, they're still drop-dead sexy).
3. Benedict lebih cablak, humoris, dan nggak tau malu kalo diinterview, kalo Tom lebih segan, pemalu, gak mulai nyablak duluan, tapi selalu ramah dan punya tawa yang lebar.




4. Sama-sama jarang barechested di depan kamera sih.. tapi Tom beberapa kali nude di dalam film. Kalo Benedict setauku cuma pernah bottom-nude di Atonement.
5. Tom bermata biru terang, kalo Benedict bermata hijau terang kebiruan (kebayang betapa bagusnya...)
5. Tom lagi sering tampil dengan jenggot dan kumis, kalo Benedict lebih sering clean-shaven.



Dua2nya sama2 bikin aku gila akhir2 ini.. lol... tapi sekarang lagi ketagihan Benedict soalnya mukanya bikin mabokk (seksi abis), perannya di Sherlock cool banget, dan orangnya di kehidupan nyata ternyata cablak banget. Haha.

Pertama kali ketagihan British Gentlemen gara2 Matthew Macfadyen di Pride and Prejudice. Gantengnya, suaranya, gesturnya sampe sekarang masih bikin mabok...

Hidup Birtish Gentlemen! :D

Selasa, 14 Januari 2014

Fanfic: Sherlock Holmes and Molly Hooper (Sherlolly)

 Labu-labu kuning di seluruh pedesaan Abbington hancur. Tidak dimakan, namun hancur. Seluruh desa menyalahkan Tuan Landak karena kejadian ini. "Aku bahkan tidak doyan labu," kata Tuan Landak bingung. "Dia pasti mengejar kunang-kunang di malam hari lagi hingga membuat labu kita hancur!"

Tuan Landak makin bingung. Ia adalah pengamat bintang yang handal dan disegani. Hampir semua perkiraan musim diprediksi tepat di tangannya. Setiap malam, ia mengamati bintang untuk bukunya, dan sesekali ia menangkapi kunang-kunang karena kunang-kunang juga bersinar dan lebih 'dekat'. Tapi Tuan Landak tidak pernah berbuat keributan, apalagi merusak tanaman warga.

"Lihat durinya, lihat!" teriak Kakek Kelinci, "Dia bisa merusak apa saja karena durinya!"

"Ya! Ramalan terakhirnya juga tidak tepat, panen kami gagal! sekarang labu kami dihancurkannya!"

"Pergi dari Abbington! Pergi!"

Tuan Landak pergi dari Abbington tanpa bicara apapun. Dia tidak mau melawan warga yang marah padanya di Abbington. Teman-temannya bingung karena Tuan Landak sudah tidak pulang seminggu penuh, tanpa pesan.


"Mummy..." Morgan menggapai-gapaikan tangannya yang kecil ke hadapan mukaku. Aku hanya tersenyum, mencium telapak tanggannya, dan menggenggam tangannya erat sambil berbisik, "Ya, Sayang.."

Dia melihatku meneteskan air mataku. Aku tidak menyadarinya. Aku bahkan tidak menyadari bahwa aku sedang memangku balita berambut coklat ikal ini, dengan buku cerita Tuan Landak terbuka di hadapan kami, dan tiba-tiba aku menangis.

"Mummy, Mummy menangis..." dia menggapai-gapai wajahku lagi.

"Oh Morgan," aku memeluknya erat tanpa kuasa menahan airmataku. Morgan kecil mengelus-elus tanganku yang melingkari perutnya sambil terus memanggilku dengan bingung.

***

Kami tidak menikah. Kami tidak hidup bersama. Dia sering ke apartemenku jika dia sedang kabur tapi...lebih sering aku yang mengunjungi apartemennya. Ya, apartemennya di 221B Baker Street.

Sampai kami memiliki Morgan pun kami tidak bersama. Aku pindah ke apartemen yang baru--yang lebih layak untuk bayi--tapi dia tetap di apartemennya. Dia tentu sering datang dan sering tinggal, dan aku juga masih sering datang ke apartemennya dengan Morgan, tapi kami tidak tinggal bersama.

Hubungannya dengan Morgan? Dia tetaplah dia. Dia menanyakan dengan penuh sarkasme mengapa bayi selalu berliur banyak dan mengapa bayi tidak bisa ke kamar mandi sendiri. Dia bukan pengganti popok yang handal dan susu untuk Morgan sering dia campurkan untuk tehnya sendiri.

Namun dia bilang dia suka Morgan. Untuk ukuran bayi, Morgan tidak banyak menangis. Dia tak pernah keberatan menjaga Morgan selagi dia di apartemennya untuk memecahkan kasus. Saat Morgan berusia dua tahun dan sedang belajar bicara, dia tak keberatan berkutat di depan laptop dengan Morgan di pangkuannya--sementara Morgan mengulang semua kata yang baru ia pelajari. Saat Morgan berusia tiga tahun, dia sudah banyak membicarakan kasus di depan anak itu dan mendengar kata-kata Morgan tentang kasusnya.

"Morgan lebih pintar daripada John," katanya.

***

Lalu kenapa kami bersama?

Suatu malam, dia tiba-tiba masuk ke laboratorium RS St. Bart dan meraih pergelangan tanganku untuk bilang, "Jangan pergi." Dia mencium pipiku, lalu bibirku. Setelah itu aku tidak ingat, jika kau tahu apa maksudku.

Hubungan kami tidak jelas, tapi dia pernah memberiku cincin tanpa berkata apapun. Dia hanya tersenyum waktu membuka kotak itu di depanku. Saat itu ulang tahunku, dan aku memakai gaun yang dia bilang, lagi-lagi, "kau pakai untuk menutupi ukuran dadamu."


Makan malam itu cukup dingin dan tanpa kata seperti biasanya. Hanya saja, dia menjauhkan segala macam alkohol dari jangkauanku. Lalu dia mengajakku berdansa, katanya, "jangan sia-siakan gaunmu."

Kemudian aku muntah di dadanya. Aku punya Morgan dalam perutku.

***

"Sherly," katanya suatu hari.

"Sherly, apa?"

"Jika perempuan, maka beri nama Sherly."

"Maksudmu, Sherlock dan Molly?," tanyaku.

Dia berpaling dan menatapku lurus. Mungkin maksudnya 'Sherlock versi perempuan'.

Aku berkedip kaget, tersenyum sedikit, dan berkata dengan bingung, "Anak kita sudah lahir Sherlock, dia sudah dua tahun, sekarang sedang di pangkuanmu, tertidur."

Sherlock berpaling, menepuk-nepuk punggung Morgan sambil menghela nafas, "Yeah, aku ingin menamainya Sherly tapi kau tidak setuju."

***

Morgan sudah tertidur di selimut dan kasurnya yang hangat. Aku menutup buku cerita 'Tuan Landak' dan menaruhnya di rak. Aku berpaling, menatap ke luar jendela. Ini sudah dua tahun.

Ya benar, dua tahun. Ia sudah pernah menghilang selama dua tahun sebelum ini, saat dia pura-pura mati untuk melawan Moriarty. Kali ini, dua tahun, hampir dua tahun tiga bulan dia pergi. Belum ada tanda-tanda akan kembali.

Ponselku berbunyi dan di layar terlihat nama yang kukenal.

"Halo."

"Hi Babe."

Aku menghela nafas, "Yeah, Richard ada apa?"

"Morgan sudah tertidur?"

"Sudah."

"Besok kau akan butuh nanny," kata  Richard di seberang sana, "Aku sudah buat reservasi di L'Eclaire."

Aku tertawa, "kau ingat."

"Tentu, Sayang, ulang tahunmu, bagaimana aku bisa lupa," dia membuat suara ciuman di telepon, "Sampai besok malam."

****

Aku duduk sendirian di meja L'Eclair saat itu. Suasana terlihat normal tapi Richard belum datang. Seperti biasa, Richard memang sering terlambat.

Tiba-tiba ada orang yang duduk di hadapanku, membuka menu di mejanya dan menggumamkan nama-nama sampanye.

Aku mendongak dan terdiam. Laki-laki itu, berambut ikal dan bermata hijau laut, dengan hidung yang tegas dan tulang pipi yang tinggi, duduk begitu saja di hadapanku tanpa berkata apa-apa.

"Oh," dia menatap mataku lalu menutup buku menunya, "Akhirnya kau sadar. Ayo pergi."

Dia meraih tanganku dan menggeretku ke luar. Aku refleks menepis tangannya, lalu menampar pipinya.

"Aku sedang kencan," kataku marah, dengan airmata di pelupuk mataku.

"Jangan kau tunggu lagi, dia sudah ditangkap polisi. Ya ampun Molly, kapan kamu berhenti mengencani orang bermasalah," dia hanya memutar matanya lalu meraih tanganku lagi, "Ayo pergi."

Aku tak kuasa waktu dia menarik tanganku ke luar. Di depan restoran, baru aku bisa mengumpulkan kepalaku dan menepis tangannya pelan, tertahan, dengan air mata yang akhirnya tumpah, "Tidak, Sherlock. Kau tidak bisa datang dan pergi begitu saja."

"Oh ya, tentu aku bisa. Menurutmu untuk siapa aku melakukan ini?"

"Untuk klienmu."

"Untuk klien, untuk negara, untuk Ratu, siapa yang peduli?" dia membenahi mantelnya dan menarik tanganku untuk yang ketiga kalinya, "Ayo."

"Sherlock..."

"Aku rindu Sherly."

Aku terdiam. Sherly? Siapa yang dia maksud?

Dia menghela nafas karena aku tak mau mengambil langkahku. Dia berbalik, menatap mata coklatku, dan berbisik di hadapanku, "Kuharap dia berambut merah dan bermata hijau."


Kemudian dia mencium pipiku, lalu bibirku. Selanjutnya aku tidak ingat. Jika kau tahu apa yang aku maksud.

***THE END****

Minggu, 12 Mei 2013

These Damned Directors

Saya salah satu penikmat film, terutama film luar negeri yang punya cerita bagus, lucu, atau sedih (tapi bukan menye-menye). Sebagai penikmat film saya sering googling tentang aktris dan aktor, tapi saya sering bingung kenapa sebagian orang mengagumi sutradara.

Saya bingung apa yang orang kagumi dari sutradara. Sutradara kan hasil kerjanya di mana2 'sama aja', dan hasil kerja aktor lebih kelihatan. Misalnya James Cameron, Steven Spielberg, atau Quentin Tarantino. Oke, film mereka emang terjamin bagus, tapi ya udah terus kenapa? Selain Tarantino, saya nggak bisa melihat style mereka. Gak ada sesuatu yang menonjol yang bisa saya kagumi. Well, mungkin bukan selera aja kali ya ._.

Well, this doesn't apply to these three badboys: Christoper Nolan, Edgar Wright, dan Joe Wright. Saya, yang sebelumnya gak tau apa bedanya satu sutradara dengan yang lain, kagum berat sama mereka.

1. Edgar Wright:
Saya tulis dia duluan karena saya lagi kagum berat sama dia. Film pertama yang saya tonton adalah Shaun of The Dead, tapi itu dulu waktu tayang di TV, jadi saya gak merhatiin. Lalu saya nonton Scott Pilgrim vs The World dan film itu absurd banget. Gaya humornya kayak komik, suka banget. Saya suka potongan gambarnya yang cepat dan mendadak. Well, saya kurang suka sama Michael Cera (yang jadi Scott Pilgrim) sih, tapi ini style film yang menonjok saya di muka dan membuat saya berpikir, "udah tiga tahun saya rutin nonton film, kenapa baru ini yang selera saya banget?"



Habis itu saya nonton ulang Shaun of The Dead, dan saya baru sadar kalo sutradaranya sama. Well, dulu waktu googling Scott Pilgrim saya cuma mikir "sutradara ini baru sekali megang film hollywood" tapi ternyata karyanya di Inggris udah banyak, termasuk TV Series. Abis itu saya nonton Hot Fuzz, film tentang polisi yang absurd tapi case-nya twisty dan bagus banget. Film Shaun of The Dead banyak dipuji sebagai film zombie yang ngena dan menghibur, lalu Hot Fuzz dipuji karena plotnya yang mengejutkan dan gak biasa.

Meskipun film-filmnya gak se-megasukses Chris Nolan, tapi saya sama2 suka dua orang ini dan dengan gaya yang berbeda, ranking mereka sama.

2. Chris Nolan:
Gaya Christoper Nolan adalah neonoir, film psikologis kriminal yang berlapis-lapis dan sangat twisty. Saya suka orang ini karena dia bisa menulis filmnya sendiri dan menginterpretasikan tulisannya dengan sangat baik. Saya nggak perlu ngomong panjang lebar, kalian bisa nonton Inception, Memento, dan Batman series yang terbaru. Gayanya yang paling kelihatan tentu di Inception, Memento, dan The Dark Knight (seri batman yang kedua). Saya sampe nggak bisa cerita, pokoknya bagus banget. Di film Memento kita bahkan langsung kaget sendiri tentang 'siapa penjahatnya'.

Dia keturunan Inggris-Amerika, tapi karena tinggal lama di Inggris, logat Inggrisnya masih kental. Bakatnya top-notch, dengan kejeniusan macam ini, dia gak kalah deh sama Stev Spielberg :3

3. Joe Wright:
Kalo dari yang saya tahu sih dia bukan saudara dekat Edgar Wright meskipun nama belakangnya sama. Saya udah nonton 3 karyanya, yaitu Pride and Prejudice (2005), Hanna (2011), dan Atonement (2007). Yang bikin saya suka sih Pride and Prejudice, soalnya dia bisa bikin film yang sangat romantis, dengan sinematografi yang sangat indah dan mengeksploitasi alam, bahkan dia bisa bikin aktrisnya seperti dalam lukisan. Kalo cuma itu mungkin gak cukup ya, ITU FILM DRAMA ROMANTIS PERTAMANYA. Selama ini dia selalu menyutradarai tv series psikologis ataupun thriller. Hebat ya. Coba tonton aja sendiri, semua elemen keromantisan di Pride and Prejudice terambil dengan baik di tangannya.
***

Sebenernya masih ada satu sutradara lagi yang saya suka gayanya, yaitu Richard Ayoade. Gayanya quirky, cepat, dan sinematografinya sangat kreatif. Keren banget mengingat background utamanya ada aktor. Tapi saya baru sekali nonton film garapan dia, jadi ya itu dulu aja deh :3 Well, semua orang yang kesebut di atas itu orang inggris lho :3

Trus masih banyak sutradara lain yang saya suka. Saya mungkin bukan suka gayanya tapi suka film garapan mereka, contohnya Garry Ross, sutradara Hunger Games (2012) dan Marc Webb sutradara (500) Days of Summer. Saya nggak tau gaya mereka kayak apa, tapi saya suka filmnya karena quirky dan punya karakter yang kuat.

Well, cuma 3 harapan saya: semoga Edgar Wright semakin banyak bikin film yang absurd, semoga mereka bertiga berfoto dalam satu frame (at least Edgar dan Chris?), dan semoga bakal banyak sutradara muncul dengan karya hebat dan distinctive.

cheers!

Sabtu, 02 Februari 2013

Wisata Kuliner Semarang pt 2

Lanjut pos sebelumnya ya :3

4. Paimo Lekker:
Jl.Karanganyar 37 (Dpn SMA Kolose Loyola), Semarang
Ini nih salah satu jagoannya kuliner Semarang, soalnya gak ada di kota lain. Saya baru beberapa kali ke sini, tapi lumayan nagih sih, tiap pulang rasanya kurang kalo gak ke sini. Tempatnya cuma lapak jajanan biasa di depan sekolah, tapi yang beli dari mana-mana :3







Di sini ada lekker manis (tipis) ada juga lekker asin (tebal). Range harganya mulai 1000-14.000 rupiah. Yang manis (pisang, coklat, keju, kacang) kira-kira 1.000-4.000 rupiah, yang asin (telur, keju, tuna, sosis, mozarella) berkisar antara 8.000-14.000. Favorit saya yang telur keju tuna, wihh. Kalo doyan pedes, bisa minta sambel dicampurin ke lekkernya pas lagi dibuat :3
Skor:
*Makanan: 8,75 (oke banget! belom ada saingannya). *Pelayanan: 7,5 (standar sih, tapi sigap kok) *Suasana: 7 (ya gitu lah, depan sekolah. kalo mo makan di situ, di sampingnya ada jus enak banget :3)

5. Nasi Goreng Padang:
Jl. Hasanudin 18, Semarang
Tempatnya di samping Stasiun Tawang, jadi deket rel-rel gitu. Jangan dateng ke sini pas abis ujan, karena banjirnya lumayan menguji kesabaran. Buka jam 17.00 sampe malem, mending dateng pas baru buka karena malemnya rame banget :3








Saya makan di sini ama Shani. Pilihannya macem-macem, berhubung saya suka ayam dan udang jadi saya pilih nasgor ayam udang. Shani pilih seafood (karena dia gak bisa makan ayam dan daging ._.) Kalo mau porsi jumbo, bisa nambah 2000. Kalo suka pedes, bisa tulis ekstra pedes. Tapi gak usah nantang juga ya, jumbo trus ekstra pedes (kalo baru nyoba pertama). Soalnya kalo ekstra pedes di sini, minumnya mesti pesen dua gelas ._.

Rasanya enakkk. Mantap banget. Di deket kos saya di jogja ada nasgor aceh, tapi rasanya beda, lebih nendang nasgor padang. Wajib mampir ke sini kalo lagi di Semarang :3
Skor:
*Makanan: 9 (enak banget!) *Pelayanan: 7,5 (standar. kalo lagi gak rame, matengnya cepet) *Suasana: 6,5 (ya gitu lah, warung bambu sih ._.) 

6. Sour Sally:
Paragon City Mall, lantai 3, Jl Pemuda No 118 Semarang.
Saya baru pertama kali ini ke Sour Sally, hehe ._. Saya beli frozen yoghurt plain yang kecil, karena cuma pingin nyobain. Rasanya standar, mirip froyo-nya Mokko Factory (dulu di Mal Ciputra Semarang, tapi sekarang udah gak ada ;_____;)

Harganya mahal sih menurut saya, karena dengan harga yang sama, udah bisa dapet froyonya J.Co yang ukuran sedang. Kalo rasa, saya lebih suka froyo-nya J.Co, lebih creamy ._.
Skor:
*Makanan: 7 (standar) *Pelayanan: 6,5 (mbaknya nawarin beli yang lebih 'mahal'. dan beliau gak senyum :/) *Suasana: 7,25 (enak sih tempatnya, tapi kecil)

7. Pasar Semawis
Gang Pinggir, Pecinan, Semarang
Ini juga tempat yang wajib dikunjungi kalo lagi pulang, soalnya di kota lain gak ada, hehe. Bukanya tiap Jumat-Minggu, jam 18.00-23.00. Di sini saya suka banget sama Somay Johnny, Zupa Soup, sama Miecool. Rasanya beda kalo nggak beli di sini.

Somay Johny. Harganya agak mahal (@ 3.000)
tapi enak banget dan gak ada saingannya

Miecool, es jeli yang jelinya berbentuk mie.
Ada jeli yang bentuknya telor juga =A=
Enak banget, seger, rasanya macem-macem :3

Oh ya, jangan lupa cobain pisang plenet! Jajanan itu udah jarang lho di Semarang.

Kemarin saya ke sini sama Shani pas malem minggu, sekitar jam setengah delapan. Susah banget nyari tempat duduknya =A= Kalo ke sini mending hari jumat atau hari minggu aja, habis solat magrib langsung capcus daripada gak dapet tempat ._.
Skor:
*Makanan: 8 (macem-macem. banyak yang gak halal juga, jadi ati-ati milihnya). *Pelayanan: 7 (standar. kalo lagi rame banget, siap2 aja disengakin sama bakulnya, wkwk) *Suasana: 7 (enak tempatnya :3)

Nah itu tadi tempat yang saya hampiri dua minggu terakhir ini. Masih banyak sih tempat lain, ada yang bentuknya kafe, kuliner luar negeri, atau kuliner asli Semarang. Tapi saya masih cupu kalo suruh nyobain macem-macem itu, jadi baru ini deh :3

Selamat berwisata kuliner!